MUBHAMAT
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata
kuliah : Ulumul Hadits II
Dosen Pengampu: Bapak Sya’roni
DisusunOleh
:
Avia Ma’rifatul Aini (1604026028)
Adi Kurniawan
(1604026029)
Mohammad Ulil Mubarok
(1604026030)
FAKULTAS
USHULUDDIN DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Mubham adalah
hadis yang didapatkan di dalam sanadnya atau di dalam matannya terdapat seorang
laki-laki atau seorang perempuan yang tidak disebutkan namanya, atau
periwayatan atau orang ketiga yang dia sebutkan dalam teks hadis tidak jelas
atau samar namanya. Mubham adakalanya dalam sanad dan ada kalanya dalam matan.
Contoh mubham dalam sanad adalah hadis yng diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam
sunan, melalui al-Hajjaj bin Farasiah dari seorang lelaki dari Abi salamah ai
Abi Hurairah berkata, Rasulullah saw bersabda: “ Orang mukmin adalah seorang
mulia lagi murah sedang orang durhaka adalah penipu yang tercela”.
Sedangkan Mubham
dalam matan banyak sekali dalam hadis, antara lain hadis yang diriwayatkan oleh
Bukhari dari Abi Hurairah r.a Berkata, “Seorang laki-laki bertanya kepada
Rasulullah, “Sedekah apa yang paling utama? ‘rasul menjawab,”sedekah sedang
anda dalam keadaan sehat dan sangat perlu...”
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian dari Mubhamat?
2.
Bagaimana
penempatan Mubhamat?
3.
Bagaimana
rawi yang disebutkan banyak nama atau predikatnya?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui
apa itu pengertian Mubhamat.
2.
Mengetahui
penempatan Mubhamat.
3.
Mengetahui
rawi yang disebutkan banyak nama atau predikatnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Mubhamat
Kata mubham
berasal dari kata اَبْهَمَ-يُبْهِمُ-اِبْهَامًاوَمُبْهَمًا yang secara
etimologi berarti samar tidak jelas. Jadi periwayatnya atau orang ketiga
yang dia sebutkan dalam teks hadis tidak jelas atau samar namanya. Sedangkan
terminologi hadis mubham adalah
هُوَاْلحَدِيْثُ
الذِيْ يُوْجَدُ فِي سَنَدِهِ أَوِامْرَأَةٌ لَمْ يُسَمَيَا
Hadis yang didapatkan di dalam sanadnya atau di dalam matannya
terdapat seorang laki-laki atau seorang perempuan yang tidak diebutkan namanya.
Jadi dalam hadis mubham
tidak disebutkan nama periwayat atau atau yang diriwayatkan, di situ hanya
menyebutkan seorang laki-laki atau seorang perempuan saja. Mubham adakalanya
dalam sanad dan adakalanya dalam matan.[1]
Mubham/Mubhamat dapat juga diartikan orang yang terlibat dalam hadis tetapi
nama jelasnya tidak disebutkan.
Ini dapat
diketahui karena namanya pernah disebutkan dalam sebagian riwayat, dan ahli
sejarah juga memuat keterangan sebagian besar mereka, ataudengan cara lain.
Kebanyakan nama mereka belum diketahui dengan pasti. Ibnu al-Shalah
mengklasifikasikan nama-nama yang mubham ini menjadi empat
a.
Nama
yang dilambangkan dengan kata rajul atau imra’ah jenis ini adalah
yang paling samar.
b.
Nama
yang dilambangkan dengan ibnu Fulan, ibnatu Fulan,atau ibnu al-Fulaniy.
c.
Ammu Fulan atau ‘Ammatu
Fulan.
d.
Zauju Fulanah atau Zujatu
Fulan.
B.
Penempatan
Mubhamat
Sesuai dengan
penempatannya, mubham dapat dibagi menjadi dua.
a.
Mubham
(penyamaran nama) dalam sanad
b.
Mubham
(penyamaran nama) dalam matan
Ibnu Katsir berkata, “pembahasan yang
paling penting adalah pembahasan yang dapat mengungkapkan nama-nama yang mubham
(samar) dalam sanad, seperti apabila disebutkan dalam sebuah sanad:” an
fulan, bin fulan, ‘an abihi, ‘an ammihi, atau ‘an ummihi, kemudian
pada sanad lain disebutkan nama-nama yang samar itu. Maka apabila ternyata
seorang yang bersangkutan itu tsiqot atau dhaif atau harus dikaji lebih
lanjut, maka penelitian yang seperti ini adalah yang paling bermanfaat dalam
bidangnya.”
Di antara faedah terungkapnya nama-nama
yang mubham (samar) dalam matan adalah agar dapat diketahui dengan pasti
siapa rawi yang menyandang sifat keutamaan atau sebaliknya; atau mengetahui
kemungkinan suatu hadis wurud lantaran sebabnya, dan ada hadis yang lain
yang menentang. Dengan demikian, bisa diketahui sejarahhadis tersebut jika
telah diketahui dengan parti,sehingga jels waktu masuk islamnya, mana yang me-mansukh
dan mana yang di-mansukh.
Berikut ini beberapa contoh nyata dari jenis
ini (mubham berdasarkan matan). Abu Dawud meriwayatkan, katanya: menceritakan
kepada kami Musaddad, katanya: menceritakan kepada kami Abu ‘Awanah dari
Manshur dari Rab’iy bin Hirasy dari imra’atihi (istrinya) dari ukhti
(saudara perempuan) Hudzaifah, bahwa Rasulullah Saw. Bersabda:
يَامَعْشَرَالنِّسَآءِ, اَمَاَلكُنَّ فِى الْفضَّةِ مَا تُحَلِّيْنَ بِهِ. اَمَا اِنَّهُ
لَيْسَ مِنْكُنَّ اِمْرَأَةٌ تُحَلِّى ذَهَبًا
تُظْهِرُهُ اِلَّا عُذِّبَتْ
Wahai
kaum wanita. Bukankah cukup bagi alian menggunakan perak sebagai perhiasannya.
Sungguh, tiada seorang perempuan dari kalian memakai perhiasan emas untuk
dipertontonkan keculi ia akan disiksa karenanya.[2]
Saudara perempuan Khudaifah bin al-Yaman
yang dimaksud diatas bernama Fathimah. Sebagian berkata Khaulah, istri Rab’i
tidak diketahui namanya. Hal ini menjadikan hadist di atas dhaif. Al-Khatib
al-Baghdadi meriwayatkan hadis dalam kitab al Rihlah dengan sanad dari Ma’n bin
Isa, katanya, “meriwayatkan hadis kepada kami Muawiyah bin Shalih dari rabi’ah
bin Yazid, katanya: Saya mendengar Ibnu al-Dailami berkata, sampaikepadaku
hadis dari Abdullah bin Amr bin al-‘Ash’, lalu saya menunggang kendaraanku
untuk menemuinya di Thai’if dan menanyakan kepadanya.
Ibnu al-Dailami yang dimaksud dalam sanad yang
dimaksud dalam sanad ini adalah Abdullah bin Fairuz, seorang rawi yang tsiqot.
Berikat ini kami kemukakan suatu contoh yang kami kutip dari kepustakaan khusus
bidangnya, yaitu hadis Ibnu Abbas. Beliau berkata, ‘Seorang laki-laki datang kepada
Nabi Saw. Lalu berkata ,”Sesungguhnya saudara perempuanku bersumpah untuk
berjalan ke Baitullah.”Laki-laki yang dimaksud adalah ‘Uqbah bin Amir
al-Juhani.’ Al-Syaikhain mengeluarkan hadis serupa dari ‘Uqbah, ia
berkata,”Saudara perempuanku telah bernazar untuk berjalan ke Baitullah
tanpa alas kaki. Kemudian ia menyuruhku minta fatwa kepada Rasululloh Saw.
Rasul bersabda:
لِتَمْشٍ وَلْتَرَكَبْ
Saudara perempuan ‘Uqbah dalam riwayat di
atas termasuk mubham juga. Al-Iraqi dan Quthubuddin al-Qasthalani
berkata, “Ia adalah Ummu hibbah bin Amir.” Akan tetapi ini adalah dugaannya
semata-mata. Al-Hafizh Abu Dzarr al-Halabi “Sebenarnya ia adalah Ummu Hibal.”
Para ulam telah menyusun banyak kitab
tentang bidang ini, seperti al-Hafizh Abdul Ghani bin Sa’id al-Mishri dan
al-Khathib al-Baghdadi. Kitab yang paling bagus dalam disiplin ini adalah kitab
al-Mustafad min Mubhamat at-Matn wa al-Isnad karya al-Hafidzh Waliyudin Ahmad
al-Iraqi (w. 826 H)[3]
Contoh Mubaham dalam sanad adalah
hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam sunan, melalui al-Hajjaj bin
Farasifah dari seorang lelaki dari Abi Salamah dari Abi Hurairah berkata
Rasululloh saw. Bersabda:
اْلمُؤْمِنُ غِرٌّكَرِيْمٌ وَالْفَاجِرُ خِبُّ لَئِيْمٌ
Orang mukmin adalah seoarang mulia lagi
murah sedang orang durhaka adalah penipu yang tercela. Contoh mubham
dalam matan banyak sekali dalam hadis, antara lain hadis yang diriwayatkan oleh
al-Bukhori dari Abu Hurairoh r.a. berkara, “Seorang laki-laki bertanya kepada
Rasululloh, ‘Sedekah apa yang paling utama?’ Rasul menjawab, ‘Sedekah sedang
anda dalam keadaan sehat dan sangat perlu...’
Hukum mubham dalm sanad,
jika terjadi pada seorang sahabat tidak apa-apa, karena semua sahabat adil dan
jika terjadi pada selain sahabat, jumhur ulama menolaknya sehingga diketahui
identitasnya. Sedang mubham dalam matan tidak mengapa dan tidak
mengganggu ke-sahih-an suatu hadis.[4]
C.
Rawi
yang Disebut Banyak Nama atau Predikat
Bidang kajian ini
amat sulit tetapi benar-benar perlu. Di antara faedahnya adalah menghindari
dari menduga bahwa seorang rawi yang memiliki dua nama, misalnya adalah dua
orang mencegah pen-tsiqot-an terhadap rawi yang dhaif dan sebaliknya, dan dapat
mengungkap tadlis. Hal ini terjadi karena penyebutan nama yang berbeda-beda
pada seorang rawi adalah karena usaha tadlis yang mereka lakukan. Mereka membingungkan
orang banyak dengn menyebutkan seorang perawi dengan nama yang tidak dikenal
atau dengan kunyah yang tidak diketahui.
Contohnya,
Muhammad bin al-Sa’id al-Kalbi , penyusun sebuah kitab tafsir, ia adalah kitab
al-Nadhir yang salah satu hadisnya diriwayatkan oleh Muhammad bin Ishaq bin
Yasar, yakni hadis Tamim, al-Dari, dan Adiy bin Badda’ tentang kisah mereka
yang berkaitan dengan turunnya firman Allah SWT:
يَأيّهَاالّذِيْنَ
امَنُوْا شَهَدَةُ بَيْنَكُمْ اِذَا حَضَرَاَحَدَكُمُ الْمَوْتَ حِيْنَ الْوَصِيَّةٍ
اِثْنَانِ ذَوَاعَدْلٍ مِنْكُمْ.
Hai orang-orang
yang beriman, apabila salah seorang kamu menghadapi kkematian, sedang ia
berwasiat, maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang ada di
antara kamu. (QS Al-Ma’idah[5]: 106)[5]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Bahwasanya contoh hadit mubham
dalam matan banyak sekali dalam hadis, antara lain hadis yang diriwayatkan oleh
al-Bukhori dari Abu Hurairoh r.a. berkara, “Seorang laki-laki bertanya kepada
Rasululloh, ‘Sedekah apa yang paling utama?’ Rasul menjawab, ‘Sedekah sedang
anda dalam keadaan sehat dan sangat perlu...’ Jadi dalam hadis mubham
tidak disebutkan nama periwayat atau atau yang diriwayatkan, di situ hanya
menyebutkan seorang laki-laki atau seorang perempuan saja. Mubham adakalanya
dalam sanad dan adakalanya dalam matan
DAFTAR PUSTAKA
Nuruddin, Ulumul Hadis, 2012, Bandung: Remaja Rosydakarya.
Mukarom Faisal Rosidin dkk, Menelaah Hadits, 2013, Solo: Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar